Senin, 20 Mei 2013

Aspek Hukum (Fraud Auditing)

Terhadap temuan hasil audit yang diperoleh dari hasil investigasi, perlu dikomunikasikan kepada manajemen auditee yang akan menyelesaikan atau menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi sebagaimana tercantum dalam laporan hasil audit. Terhadap temuan yang diindikasi adanya tindakan melawan hukum, perlu mengantisipasi kemungkinan perlunya membantu aparat hukum atau pihak-pihak terkait dalam upaya penindaklanjutan temuan tersebut. Dengan kata lain, pihak pelaku keurangan harus dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Bentuk sanksi tehadap pelaku dapat berupa sanksi administrasi, tuntutan ganti rugi, ataupun anaman pidana. Oleh karena itu, auditor perlu mengantisipasinya dengan memahami tentang dasar-dasar ketentuan yang berkaitan dengan hukum di Indonesia, khususnya terhadap kasus-kasus yang akan diselesaikan secara hukum. Selanjutnya, auditor perlu mengidentifikasi apakah kasus yang ditangani termasuk kasus perdata atau kasus pidana.

1.    Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lainnya sebagai anggota masyarakat dan menitikberatkan kepentingan perorangan yang bersifat pribadi. Suatu kasus perata baru timbul bila pihak yang merasa dirugikan melakukan gugatan. Kebenaran formil merupakan hal yang sangat dominan pada kasus perdata.

Temuan yang mengandung unsur kerugian keuangan dan merupakan kasus perdata, pada umumnya lahir dari masalah-masalah yang bersumber pada perikatan. Pengertian perikatan lebih luas daripada perjanjian karena perikatan dapat timbul karena perjanjian atau karena undang-undang.
Perikatan Yang Terjadi Dari Perjanjian
Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPdt adalh suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya tehadap satu orang lain atau lebih. Selanjutnya pasal 1320 KUHPdt menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat :
•    Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
•    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
•    Suatu hal tertentu
•    Suatu sebab yang halal

Jika keempat unsur itu dipenuhi, maka pasal 1338 KUHPdt menetapkan bahwa :
•    Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.
•    Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat keduabelah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
•     Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Perikatan Yang Terjadi Karena Undang-Undang
Perikatan yang terjadi tidak karena perjanjian, dapat terjadi antara lain karena perbuatan melanggar hukum, seperti yang dimaksud pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada pihak lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Gugatan kerugia harus dinyatakan dalam nilai
moneter (rupiah).

Unsur-unsur pasal 1365 KUHPdt adalah :
a.    Harus ada perbuatan melanggar hukum
b.    Harus ada kerugian yang diderita
c.    Harus ada hubungan yang kausal antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita, dan
d.    Harus ada unsur kesalahan.

a.    Perbuatan Melanggar Hukum
Pengertian melanggar hukum dalam arti sempit adalah suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri. Sedangkan pengertian melanggar hukum dalam arti luas adalah berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum orang yang berbuat itu sendiri atatu bertentangan dengan kesusilaan atau sikap hati-hati sebagaimana patutnya dalam lalu lintas masyarakat, terhadap diri atau barang-barang orang lain.

b.    Menimbulkan Kerugian
Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebsbkan oleh perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan oleh kelalaian atau kurang hati-hatinya (pasal 1366 KUHPdt). Kerugian yang ditanggung termasuk karena perbuatan orang-orang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya (pasal 1367 KUHPdt).

Menurut yurisprudensi, kerugian yang timbul karena perbuatan melanggar hukum, ketentuannya sama dengan kerugian yang timbul karena wanprestasi dalam perjanjian.

c.    Hubungan Kausal
Kerugian harus timbul akibat dari perbuatan orang itu, yang meliputi :
-    Karena perbuatan melanggar hukum
-    Karena kelalaian atau kurang hati-hatinya


d.    Unsur Kesalahan
Pengertian kesalahan di sini adalah pengertian hukum perdata, bukan hukum pidana. Kesalahan dalam pasal 1365 KUHPdt mengandung semua gradasi, dari kesalahan dalam arti disengaja maupun kesalahan yang tidak disengaja.

Kesalahan disini meliputi :
-    Karena perbuatannya sendiri
-    Karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya
-    Barang-barang yang berada dibawah pengawasannya
(diuraikan dalam pasal 1367 KUHPdt)

Dikaitkan dengan pengertian fraud yang slah satu cirinya adalah mengandung unsur kesengajaan, maka penyelesaian kerugian melalui gugatan perdata mempunyai cakupan yang lebih luas.

Pasal 1365 KUHPdt merupakan pasal yang sangat penting, sebab pasal ini dpat diterapkan apabila ketentuan/undang-undang/hukum lain tidak mengaturnya.

Untuk mengatur agar seseorang dapat memenuhi kewajibannya dan mempertahankan haknya terhadap orang lain, diperlukan adanya hukum acara. Hukum Acara Perdata pada dasarnya adalah ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana orang yang haknya dirugikan orang lain menuntut keadilan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan, mengatur bagaimana pengadilan memeriksa dan mengadili suatu perkara dan bagaimana melaksanakan keputusan.

2.    Hukum Pidana
Hukum pidana merupakan hukum publik yaitu hukum yang mengatur kepentingan umum, yakni mengatur hubungan hukum antara orang dengan Negara, antar Badan atau Lembaga Negara  satu sama lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan mesyarakat dengan Negara.

Hukum public terdiri atas Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus. Ketentuan pidana umum diatur dalam KUHP, sedang pidana khusus antara lain diaur dalam Kitab Undang-undang Khusus seperti UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999.

Seseorang yang melakukan tindak pidana akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam KUHP. Pengertian tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan melawan hukum yang juga merugikan mesyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksanannya tata pergaulan dalam masyarakat yang dianggap baik dan adil.

Tindak pida khusus adalah tindak pidana tertentu yang karena sifatnya, tidak dikelompokkan dalam tindak pidana umum. Jenis perbuatan pidana yang termasuk tindak pidan khusus, hukum acara (sebagian) dan sanksi pidana diatur sendiri. Undang-undang yang bersifat khusus, mengenyampingkan undang-undang yang bersifat umum.

Pengertian tindak pidana khusus terdapat dalam Ketentuan Peralihan pasal 284 ayat (2) KUHAP, yaitu, “dalam waktu dua tahun setelah UU ini diundangkan, maka terhdap semua perkara diberlakukan UU ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada UU tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi”. Selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut diuraikan bahwa yang dimaksud dengan “ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut dalam UU tertentu” adalah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada, antara lain :
•    UU tentang pengusutan, penuntutan, dan peradilan Tindak Pidana Ekonomi (UU No. 7 Drt, Tahun 1955)
•    UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No.3 Tahun 1971 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

Dengan catatan bahwa semua ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada UU tertentu akan ditinjau kembali, diubah atau dicabut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Sehubungan dengan pembahasan hukum perundang-undangan di atas, kita perlu memperhatikan asas-asas perundang-undangan. Antara lain :
•    Undang-undang tidak berlaku surut.
•    Undang-undang yang dibuat oleh penguasa lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
•    Undang-undang yang bersifat khusus, mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum.
•    Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu.

3.    Sanksi Hukum
Untuk menciptakan rasa keadilan dan menimbulkan rasa jera, setiap perbuatan kecurangan dan ketahuan, pada pelanggarnya dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi administrasi sesuai ketentuan perusahaan, ketentuan instansi atau ketentuan hukum, yang masing-masing mempunyai ruang lingkup yang berbeda.


Sanksi Berdasarkan Ketentuan Perusahaan
Untuk melindungi kepentingannya, perusahaan/masing-masing perusahaan dapat membuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kecurangan yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Namun, ketentuan-ketentuan tersebut hanya berlaku apabila pelakunya adalah pegawai/pejabat perusahaan dan mencakup sanksi administrasi (termasuk pengembalian kerugian perusahaan).

Apabila pelaku kecurangan yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan tersebut adalah pihak lain (bukan orang dalam), pihak perusahaan dapat mengugat secara perdata yakni dengan mendasarkan pasal 1365 KUHPdt. Dan bila kecurangan tersebut mengandung unsur pidana, Negara memiliki kewenangan untuk memproses secara hukum pidana walaupun pihak perusahaan tidak menghendakinya.

Sanksi Berdasarkan Ketentuan Instansi Pemrintah
Terhadap kecurangan yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara (APBN/APBD), dan pelakunya adalah pegawai negeri, pemerintah memiliki peraturan disiplin yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh pegawai negeri sipil. Disiplin pegawai diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Terhadap kerugian yang timbul dari kecurangan dimaksud, pemerintah melalui Undang-Undang RI No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (pengganti ICW/Indische Compatibiliteitswet) dapat melakukan tuntutan ganti rugi, Ketentuan UU No. 1 Tahun 2004 yang berkaitan dengan hal tersebut antara lain :
Pasal 18 ayat (3) : pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD, bertanggungjawab atas keberanaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

Pasal 59 ayat (2) : bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang debebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan Negara, wajib mengganti kerugian tersebut.

Apabila pelaku kecurangan yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara adalah bukan pegawai negeri sipil (pihak lain), maka ketentuan tersebut tidak dapat diberlakukan dan untuk penyelesaian kerugian keuangan Negara menggunakan pasal 1365 KUHPdt (gugatan perdata). Dan, sebagaimana tersebut di atas, apabila kecurangan tersebut adalah unsur pidana, Negara mempunyai kewenangan untuk memproses secara hukum terhadap pelaku kecurangan (baik pegawai negeri sipil atau bukan).

Dalam hal mengandung unsur pidana dan pelakunya adalah pegawai negeri sipil, maka putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan gantu rugi sebagaimana diatur dalam pasal 64 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yakni, “pegawai negeri/pejabat yang telah ditetakan untuk mengganti kerugian Negara/daerah dapat dikenai sanksi administrative dan/atau sanksi pidana, dan putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi”

Sanksi Berdasarkan Ketentuan Hukum Pidana
Perbuatan curang (fraud) sering diartikan sebagai perbuatan melanggar hukum sehingga kecurangan didefinisikan sebagai perbuatan melawan/melanggar hukum yang dilakukan oleh orang/orang-orang dari dalam dan/atau dari luar organisasi, dengan maksud mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau kelompoknya yang secara langsung atau tidak langsung merugiakan pihak lain.

Dikaitkan dengan kecurangan yang mempunyai ciri antara lain tersembunyi  dan ada unsur penipuan, maka perbuatan melawan hukum mempunyai cakupan lebih luas. Dengan perkataan lain, ruang lingkup  frud auditor  lebih mengarah kepada pelanggaran hukum khususnya yang mengandung unsur penipuan/rekayasa.

Contoh : seorang kasir perusahaan dapat melakukan pencurian uang dengan dua cara.

Cara pertama :
Kasir melakukan pencurian uang perusahaan dengan cara menghilang, membawa lari uang perusahaan. Perbuatan kasir tersebut merupakan perbuatan tindak pidana (melanggar hukum), merugikan perusahaan, dan perbuatan tersebut adalah untuk kepentingan dirinya. Tehadap masalah ini perusahaan tidak menyerahkan ini kepada fraud auditor, melainkan melapor kepada aparat polisi untuk menanganinya. Perbuatan kasir tersebut merupakan tindak pidana umum dan bukan merupakan ruang lingkup pekerjaan  fraud auditor.

Cara kedua :
Kasir melakukan pencurian uang perusahaan dengan cara mencatat penerimaan uang lebih kecil dari yang seharusnya dengan cara memalsu buktipenerimaan dan memalsu bukti pengeluaran sehingga dapat mencatan pengeluaran lebih besar dari yang sebenarnya dan melakukan kecurangan dengan cara lapping.

Perbuatan kasir tersebut merupakan perbuatan tindak pidana (melanggar hukum), merugikan perusahaan, dan perbuatan tersebut adalah untuk kepentingan dirinya, sama dengan kasusu pertama. Perbedaannya, pencurian pada kasus kedua dilakukan secara tersembunyi da nada unsur rekayasa/penipuan. Untuk mengungkapnya, pihak perusahaan akan menyerahkan kasus ini kepada fraud auditor  untuk menanganinya (tidak langsung menyerahkan kepada polisi).

Ruang lingkup pekerjaan fraud auditor lebih mengarah/memfokuskan pada tindak pidana pencurian yang dilakukan secara tersembunyi, ada unsur penipuan. Dikaitkan dengan kasus-kasus korupsi yang marak di Negara kita, kehadiran fraud auditor menjadi semakin penting karena perbuatan melawan hukum dalam pengertian tindak pidana korupsi,  selaras dengan karakteristik kecurangan yakni bersifat tersembunyi, ada unsur rekayasa, dan tipu muslihat. Pelanggaran hukum berupa pencurian dan penipuan dikenakan sanksi berdasarkan hukum pidana.

Sanksi Berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
Pemerintah dalam usahanya memberantas korupsi, telah memberlakukan beberapa peraturan perundangan pidana mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang No.31 tahun 1999 sebagai pengganti Undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999.

Pengertian tindak pidan korupsi dan sanksinya menurut Undang-undang No. 31 tahun 1999, antara lain sebagai berikut :
•    Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (pasal 2 ayat 1)
•    Setiap orang yang dengan menguntungkan diri sendiri atau oang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedududkan yang dapat merugikan keuangan Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (pasal 3).
•    Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 209 KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 dan paling banyak Rp250.000.000,00 (pasal 209 KUHP : Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri, dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat sesuatu  atau tidak berbuata sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya).
•    Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 418 KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda aling sedikit Rp50.000.000,00 dan paling banyak Rp250.000.000,00. (Pasal 418 KUHP : Pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji ada hubungannya dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah).

Temuan hasi audit investigatif yang mengandung unsur tindak pidana dan akan diproses secara hukum, instansi/lembaga audit perlu koordiansi dengan pihak instansi penyidik (Kejaksaan, Polri, atau KPK), misalnya dengan melakukan kerjasama antar instansi. Atas kasus yang akan diangkkat tersebut perlu dilakukan expose (pemaparan) dengan pihak instansi penyidik, dengan maksud antara lain :
-    Menyampaikan pandangan masing-masing sehingga akhirnya diperoleh kesamaan persepsi atas kasus yang dibahas.
-    Apabila pihak penyidik menganggap masih ada persyaratan yang kurang, pihak auditor dapat melengkapinya.
-    Dapat membantu penyidik dengan berperan sebagai saksi dan atau pemberi keterangan ahli (bila diperlukan) dalam rangka membantu pengumpulan alat bukti hukum.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

makasih banget