Minggu, 07 Juli 2013

Hipotermia dan Pencegahannya

Hipotermia adalah kondisi darurat medis yang terjadi ketika tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada saat tubuh menghasilkan panas sehingga suhu tubuh pun menjadi sangat rendah. Penderita hipotermia suhu tubuhnya di bawah 36 derajat Celcius padahal suhu tubuh manusia normal adalah 37 derajat Celcius. (Detik health)

Hipotermia diawali dengan gejala kedinginan seperti biasa, dari badan gemetaran menahan dingin sampe gigi berkerotakan karena tidak kuat menahan dingin. Bila tubuh korban basah, maka serangan hiportemia akan semakin cepat dan hebat. Selain itu bila angin bertiup kencang, maka pendaki akan cepat sekali kehilangan panas tubuhnya (“faktor wind cill”).
Jadi kalau badan basah kuyub kehujanan dan angin bertiup kencang, maka potensi hipotermia menjadi “paradoxical feeling of warmt” akan semakin cepat terjadi. Puncak dari gejala hipotermia adalah korban tidak lagi merasa kedinginan, tapi dia malah merasa kepanasan (dalam bukunya Norman Edwin disebut “paradoxical feeling of warmt”). Oleh karena itu si korban akan melepas bajunya satu per satu sampe bugil dan tetap masih merasa kepanasan.
Hipotermia menyerang saraf dan bergerak dengan pelan, oleh karena itu sang korban tidak merasa kalau dia menjadi korban hipotermia. Dari sejak korban tidak bisa nahan kedinginan sampe malah merasa kepanasan di tengah udara yang terasa membekukan, korban biasanya tidak sadar kalau dia telah terserang hipotermia. Dalam hal ini kawan seperjalanan (terutama team leader atau kawan pendaki yang lebih pengalaman) sangat penting artinya untuk mengawasi apakah kawan-kawan kita ada yang sakit (hipotermia, frostbite, mountain sickness, stress, dll). Jadi kalau ada kawan-kawan seperjalanan kita mulai bertingkah aneh yang di luar kebiasaannya, maka kita patut curiga dan waspada ada apa dengan dia dan tentu saja perlu segera memeriksa atau menanyai apakah dia masih “sadar” atau tidak.

Dalam salah satu kasus, seorang pendaki perempuan dengan “anggunnya” berganti pakaian yang basah dengan pakaian kering di hadapan kawan-kawannya. Tentunya perempuan itu kalau dia sadar pasti tidak akan berani melakukan hal seperti itu; tapi saat itu dia telah terkena hipotermia dan tidak sadar akan dirinya. Perempuan itu kembali kesadarannya setelah sampe di bawah (istirahat dan makan). Waktu ditanya tentang “kelakuannya” itu, dia malah tidak merasa melakukan sesuatu yang ganjil. Jadilah selama perjalanan pulang dan di sekretariat dia menjadi bulan-bulanan olokan.

Dalam kasus penderita hipotermia yang sampe pada taraf “paradoxical feeling of warmt” selain merasa kepanasan dia juga terkena halusinasi. Akan tetapi, dalam banyak hal lainnya, halusinasi juga telah terjadi walau si korban tidak sampai mengalami “paradoxical feeling of warmt”. Yang jelas, ketika si korban hipotermia sudah kehilangan “kesadaran”, maka dia akan mudah terkena halusinasi. Dan faktor halusinasi ini yang sangat berbahaya karena korban akan “melihat bermacam-macam hal” dan dia akan mengejar apa yang dilihatnya itu tanpa menghiraukan apa-apa yang ada di hadapannya. Jadi tidaklah mengherankan kalau banyak korban hipotermia ditemukan jatuh ke jurang dalam kondisi telanjang bulat dan telah meninggal dunia.

Lalu bagaimana cara mengatasi kalau ada kawan kita yang terkena hipotermia? Kalau taraf hipotermianya ringan masih mudah ditangani, tapi kalau sudah mulai bertelanjang dan berlari-lari atau berteriak-teriak mengejar halusinasinya akan susah sekali penangannya. Yang mudah dan praktis adalah melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit hipotermia.

1.    Usahakan apabila mendaki gunung jangan memakai kaos dari katun. Bahan katun jika basah oleh keringat sulit keringnya. Ini biasanya menyebabkan menggigil kedinginan walaupun sudah memakai jaket tebal. Sebaiknya memakai bahan sintetis ( polyester / spandex / nylon ) yang menyerap keringat dan berlengan panjang. Memang masih bisa ganti kaos, tetapi di gunung yang sering hujan mengeringkan kaos jadi pekerjaan tersendiri. Mengeringkan menggunakan api unggun, sebaiknya jangan. Kasihan hutan kita. Cobalah mengurangi konsumsi kayu kecuali itu sangat darurat. Membawa satu baju tetapi tetap kering, akan sangat berbeda hasilnya dengan membawa 3 baju tetapi basah semua.
2.    Membawa bekal yang cukup untuk mendaki gunung. Bekal praktis seperti coklat batangan, muesli bar, atau energy booster ( seperti gel dengan glukosa, biasanya dipakai para pesepeda ) sangat berguna sebagai cadangan makanan yang ringan dibawa dan menghasilkan energi yang baik. Juga biasakan mengamati sekitar, jika melewati air sungai atau daun - daunan yang kita kenali bisa dimakan apabila mendesak.
3.    Menjaga tubuh tetap kering dan hangat. Salah satunya selalu membawa ponco, bagaimanapun kondisinya. Kalau mempunyai baju dan jaket tahan air ( gore-tex based ) juga bisa ( tetapi ini mahal di harga ). Jangan lupa kaos tangan dan kaos kaki. Khusus kaos kaki membawa ekstra jika perlu.
4.    Kalau berjalan sendiri siapkan piranti darurat komunikasi, kalau dengan teman harus saling menjaga. Handphone terkadang kurang efektif karena tidak adanya sinyal. Bawa alat darurat sinyal seperti peluit atau cermin. Biasakan saling memperhatikan pendaki lain ketika naik atau turun.
5.    Jangan paksakan berjalan terus apabila kelelahan. Berhenti, pasang tenda dan membuat makanan atau minuman yang cepat dihidangkan, seperti teh manis atau sup instant. Paksakan walaupun kurang suka, karena makanan adalah sumber energi untuk tetap berjalan. Selain itu, makanan juga membuat tubuh menjadi hangat karena memulai metabolisme tubuh.
6.    Membawa selimut darurat ( emergency blanket or space blanket ). Ini mungkin sudah ada di Indonesia. Bentuknya seperti lapisan aluminium foil yang tipis dan dipakai untuk menyelimuti tubuh. Fungsinya : membuat tubuh tetap hangat, merefleksikan sinar matahari dan tidak kehujanan. Space blanket ini hanya bersifat memantulkan panas tubuh. Untuk mendapatkan hasil maksimal bisa dibawa Bivy Sack yang terbukti lebih baik hasilnya. Bentuknya seperti selimut plastik, dengan berat sekitar 200 gr. Ditanggung lebih tahan lama dari space blanket.
7.    Penghangat tubuh sementara ( body warmer ). Ini semacam plester tubuh apabila kedinginan. Biasa dipakai untuk yang melakukan olahraga ektrem di salju ( ski, ice climbing, mountaineering ) . Kelemahannya : hanya bisa dipakai sekali saja dengan durasi 12 jam. Karena bentuknya tipis dan ringan, biasanya diselipkan di jaket kalau kondisi cuaca dan badan memburuk.

Namun, dengan alat yang memadai tapi tidak tahu bagaimana menggunakan, hasilnya juga tidak optimal. Jadi baca dan simak bagaimana melakukan teknik dasar survival di gunung. Bisa baca, bertanya atau dari pengalaman yang terus diasah.


Dikutip dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar: